Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah ditutup nyaris menyentuh level psikologis Rp 15.900 pada perdagangan Rabu (27/3/2024). Berdasarkan data Refinitiv pukul 14:29 WIB, rupiah melemah 0,48% ke posisi Rp 15.860/US$.
Dengan adanya tren pelemahan ini, apa mungkin Rupiah akan menembus Rp 16.000/US$?
Global Markets Economist Myrdal Gunarto memproyeksikan mata uang Garuda belum akan tembus Rp 16.000 dalam waktu dekat ini. Dia mengatakan Rupiah masih akan bergerak di level resisten pada kisaran Rp 15.920.
“Kalau dilihat fundamental Indonesia juga masih baik, neraca dagang kita masih surplus,” kata Myrdal Rabu (26/3/2024).
Myrdal memprediksi pelemahan rupiah saat ini disebabkan oleh faktor yang bersifat sementara. Dia bilang permintaan dolar sedang tinggi karena musim bagi-bagi dividen.
“Ada juga kebutuhan impor yang relatif tinggi, impor BBM maupun impor pangan,” katanya.
Sebaliknya, Kepala Ekonom BCA David Sumual memproyeksikan rupiah dalam jangka pendek bisa saja menembus Rp 16.000. Menurut dia, gerak rupiah dalam jangka pendek ini akan sangat bergantung pada data-data ekonomi Amerika Serikat.
“Ya bisa saja dalam jangka pendek,” kata dia.
Meski demikian, David menilai gerak rupiah beberapa hari ini tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, pelemahan rupiah ini sejalan dengan melemahnya mata uang di negara Asia lain seperti China dan Jepang.
“Japanese Yen ini melemahnya year to date sudah 8% sampai sekarang ya, jadi lemah cukup dalam, Yuan juga,” kata dia.
Selain itu, David mengatakan kurs rupiah saat ini sebenarnya masih terlampau kuat dibandingkan harga fundamentalnya. Dia memperkirakan harga fundamental rupiah saat ini seharusnya sudah di atas Rp 16.000.
“Hitungan saya fundamentalnya harusnya di atas Rp 16.000 memang,” ujarnya.
David menyebut overvalue rupiah disebabkan oleh ekspor Indonesia yang didominasi oleh komoditas. Dia menyebut kondisi tersebut bisa menekan daya saing ekspor manufaktur RI.
Artikel Selanjutnya
Neraca Dagang RI Surplus 43 Bulan, Rupiah Terapresiasi
(haa/haa)