Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tertekan pada awal pekan ini, Senin (1/4) hingga bergerak di kisaran atas Rp 15.900/US$. Bank Indonesia (BI) pun telah masuk ke pasar keuangan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah itu dipicu tingginya permintaan dolar AS di dalam negeri, disertai keluarnya aliran modal asing dari pasar surat berharga negara.

“Kelihatannya rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY (yuan China. Sementara dari domestik ada permintaan USD terkait repatriasi dan masih outflownya asing di pasar SBN,” ucap Edi dikutip Selasa (2/4/2024).

Menurut Edi, rilis data inflasi Maret 2024 yang telah diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin juga menjadi salah satu faktor penekan pergerakan rupiah. Inflasi saat itu tercatat mencapai 3,05% atau mendekati batas atas target inflasi BI 1,5-3,5% untuk 2024.

Edi mengatakan, BI telah masuk ke pasar keuangan untuk intervensi guna menjaga stabilitas rupiah. Sebagaimana diketahui, BI memiliki tiga strategi khusus untuk menjaga stabilitas rupiah yang dikenal dengan istilah triple intervention.

Triple intervention itu terdiri dari intervensi di pasar valuta asing atau valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta di Surat Berharga Negara (SBN) dalam pasar sekunder.

“BI terus masuk pasar untuk menjaga agar terdapat keseimbangan supply demand valas di market,” ucap Edi.

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi juga menganggap, khusus sidang sengketa Pilpres 2024 turut mempengaruhi sentimen negatif pelaku pasar keuangan. Ketidakpastian politik dianggap pelaku pasar keuangan menjadi semakin tinggi.

“Ketidakpastian politik masih terus terjadi, dan kendala terkini adalah apakah MK akan membatalkan status Gibran sebagai Wakil Presiden terpilih,” tuturnya.

Kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal Indonesia dan risiko jangka menengah juga menjadi sentimen negatif. Kekhawatiran investor terhadap risiko fiskal Indonesia dan kebijakan di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto menurutnya berdampak negatif terhadap kepercayaan terhadap Rupiah.

Selain itu juga ada sentimen negatif terhadap masih tingginya ketidakpastian kebijakan The Federal Reserve, hingga defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan melebar akibat pelemahan kinerja ekspor.

“Kami juga memperkirakan indeks dolar akan berada di kisaran 100,8-107,2 dan menguji nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menghuni level tertingginya sejak Mei 2020 di kisaran Rp 15.940-16.050, sebagai indikasi dari kombinasi tekanan tersebut,” ucap Fithra.

Meski telah bergerak di kisaran atas Rp 15.900/US$, dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,22% di angka Rp15.885/US$ kemarin. Pelemahan ini semakin memperpanjang tren depresiasi tiga hari beruntun.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini


(arm/mij)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *