Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah terpantau kembali menguat pada perdagangan Kamis (4/4/2024), di tengah kekhawatiran akan berkurangnya pasokan karena produsen-produsen utama terus melakukan pengurangan produksi dan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di Amerika Serikat (AS).

Per pukul 09:00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent menguat 0,27% ke posisi harga US$ 89,59 per barel. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,28% menjadi US$ 85,67 per barel.


Pada perdagangan Rabu kemarin, harga minyak mentah juga ditutup menguat, dengan Brent ditutup menguat 0,48% ke US$ 89,35 per barel, sedangkan WTI terapresiasi 0,33% ke US$ 85,43 per barel.

Baik Brent maupun WTI, harganya telah naik ke level tertinggi sejak Oktober 2023 pada hari sebelumnya.

Minyak menguat karena serangan Ukraina terhadap kilang-kilang Rusia telah mengurangi pasokan bahan bakar dan di tengah kekhawatiran bahwa perang Israel-Hamas di Gaza dapat meluas hingga mencakup Iran, sehingga mungkin mengganggu pasokan di kawasan utama Timur Tengah.

Bahkan, Iran telah bersumpah akan membalas dendam terhadap Israel atas serangan pada hari Senin yang menewaskan personel militer tingkat tinggi Iran. Iran adalah produsen terbesar ketiga di OPEC+.

Di lain sisi, pertemuan para menteri OPEC+ termasuk Rusia mempertahankan kebijakan pasokan minyaknya kemarin dan juga menekan beberapa negara untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengurangan produksi.

OPEC+ mengatakan beberapa anggota akan mengkompensasi kelebihan pasokan pada kuartal pertama tahun ini. Mereka juga mengatakan Rusia akan beralih ke produksi daripada membatasi ekspor.

Sementara itu, harga minyak tertopang oleh komentar Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell semalam di Economic Outlook Stanford Business, Government, and Society Forum, Stanford, California.

Powell mengatakan bahwa butuh waktu yang cukup lama bagi para pengambil kebijakan untuk mengevaluasi keadaan inflasi saat ini, sehingga menentukan waktu potensi penurunan suku bunga masih belum pasti.

“Mengenai inflasi, terlalu dini untuk mengatakan apakah angka inflasi baru-baru ini mewakili lebih dari sekedar kenaikan,” kata Powell dalam sambutannya menjelang sesi tanya jawab di Universitas Stanford.

Dengan masih belum pastinya kapan pemangkasan dilakukan menurut Powell, ekspektasi pasar akan dipangkasnya suku bunga acuan pada pertemuan Juni mendatang semakin menurun.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, investor di AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 61,5% pada Juni, turun dari sekitar 63,8% pada pekan lalu.

“Komentar tersebut positif bagi minyak karena mengindikasikan pertumbuhan ekonomi AS yang solid,” kata Rob Haworth, ahli strategi investasi senior di grup manajemen aset Bank AS, dikutip dari Reuters.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Harga Minyak Terus Turun, Efek Gencatan Senjata Hamas-Israel?


(chd/chd)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *